Soal Stop Impor Garam, Madura Harus Siap Memenuhi Kebutuhan Nasional

panen garam

 

 

Bacaan Lainnya

PAMEKASAN| Pro-Desa,com – Mulai tahun 2025 pemerintah akan mengurangi impor garam industri yang biasanya 2,5 juta ton jadi 1,7 juta ton tiap tahun. Terkait hal itu ada kemungkinan terjadi kekurangan pasokan untuk garam industri.

Salah satu solusi untuk memenuhi kebutahan garam itu harus mengoptimalkan produksi dalam negeri, berkualitas dan dalam jumlah banyak. Madura sanggupkah mengemban tugas ini?

Dr Muhammad Makhfud pakar teknologi pegaraman dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) di Bangkalan mengatakan, sejak tahun 2022 sudah terencana percepatan pembangunan pegaraman nasional oleh Presiden Jokowi.

Percepatan pembangunan pegaraman nasional itu ada afirmasi atau kewajiban kepada semua stake holder bersinergi dan bahu membahu, pemerintah termasuk komunitas industri masyarakat dan universitas.
Ternyata berjalannya waktu lalu ada revisi atas rencana tersebut.

“Jadi pemerintah membuat kementerian baru pangan dan kelautan, ada revisi yang awalnya impor tidak diberlakukan kecuali untuk setelah 2024 ini, maka direvisi menjadi garam konsumsi impor terakhir hingga tahun 2025, untuk garam industri impor terakhir 2027.

Kalau melihat garam kita, untuk kebutuhan garam konsumsi sudah berlebih. Seandainya untuk diarahkan ke konsumsi saja suda berlebih, jika misalnya kita bangun dua kategori garam, konsumsi dan non konsumsi, garam konsumsi yang akan dibatasi impor sampai 2025, yang awalnya terakhir tahun ini. Kalau melihat kesiapan kita, tahun 2023 cuaca bagus, cukup untuk memasok stok garam nasional kalau mau difokuskan ke garam konsumsi.

Kebutuhkan garam konsumsi itu 500 juta ton pertahun, saat ini produksi 1.500 ton, ini suda surplus produksi. Ini jumlah surplus yang kita inginkan yang kita harapkan bisa diproses oleh industri pengolah garam menjadi garam non konsumsi untuk industri, itu diproses ulang untuk dimurnikan dijadikan garan industri.

Tapi mungkin pemerintah punya data lain. Sehingga punya kebijakan untuk melanjutkan satu tahun lagi impor garam konsumsi dan tiga tahun lagi untuk garam industri,” katanya.

Menurut dia, sebenarnya kalau dilihat dari jumlah, kebutuhan 500 juta ton pertahun, produksi 1,5 juta ton, surplus.
Madura sebagai pulau garam, tidak ada pilihan. Sama dengan tembakau, mau untung atau rugi tetap produksi. Kebetulan pulau garam hanya tanah Madura. Ditunjang dengan pekerja yang ulet. Orang Madura adalah orang pertama di Indonesia yang dapat pengetahuan tentang garam sehingga memang Madura seharusnya tidak ada piliha lain, selain siap memenuhi kebutuhan garam tersebut.

“Tahun ini produksi garam di Madura surplus, karena Jatim sebagai lumbung garam nasional yang memasok antara 1/3 hingga 2/3 kebutuhan garam nasional. Lumbung garam di Jatim itu Madura. Jika ada pertanyaan siapkah Madura untuk akomodasi keinginan pemeritnah swasembada hilirisasi, jawabannya pasti siap.
Program swasembada dan hilirisasi bisa diarahkan, saya pikir kita bisa, kita semua support juga bareng-bareng semua stakeholder termasuk perbankan, itu yang kita butuhkan,” katanya.

Selama ini, kata dia, masih jalan sendiri sendiri.

Soal impor? “Kita harus penuhi harapan tidak putus asa, sebagai warga negara, berharap kepada Presiden Prabowo semoga semangat membela petani garam. Ada oknum ketangkep impor garam, mereka nggak sadar yang terdampak adalah masyarakat.”

“Yang rugi petambak garam. Mau nggak pemerintah introspeksi kebijakan, dan saya lihat Probowo mau introspeksi. Tiap kebijakan harus impor, itu menurut saya tidak fair. Kok bisa ada impor garam konsumsi padahal kita surplus.
Sekarang garam numpuk di Surabaya, produksi garam banyak, yang kemarin. Masih diam karena memang masih harga murah. Akhirnya tambak garam menjadi ikut mekanisme pasar. Kalau rendah ditahan, di gudang masih banyak yang ditahan. Suplay besar demand terbatas ya turun harga, kita harap Januari sudah mulai deras hujan, suplai terbatas, deman banyak, akhirnya harga akan mahal.”

“Tentang garam impor diakuinya itu lebih murah lebih berkualitas terjaga stoknya. Tiga hal ini, yakni harga kompetitif, kualitas terjamin, kuantitas stok terjaga. Kalau mau swasembada pegaraman nasional harus menerapkan tiga hal ini,” pungkasnya. (mas)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *