Edy Purwoko, Petani Milenial Gerakkan Listrik Masuk Sawah, Sang Naga Menggeliat, Petani Pun Sejahtera


Edy Purwoko, pemuda Desa Bulurejo Kec. Purwoharjo Kab. Banyuwangi menjadi ikon petani milenial. Bukan sekadar petani seperti gambaran zaman dulu yang “ndeso”, Edy Purwoko memberi inspirasi bahwa petani bisa keren meski harus bergelut dengan sawah dan ladang. Edy merupakan pemuda entrepreneur di bidang pertanian. Pria ini aktif mengikuti kegiatan bertema pertanian untuk kalangan muda yang digelar sejumlah BUMN. Termasuk Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Oleh Gatot Susanto

EDY PURWOKO tersenyum sumringat saat menerima penghargaan Silver Apreciation sebagai Wirausaha Tangguh 2021 kategori Electrifying Heroes yang digelar PT PLN (Persero) pada 30 November lalu. Senyumnya merentang penjang perjuangannya menekuni dunia pertanian sejak tahun 2011. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga melibatkan warga lain di desanya. Khususnya para pemuda, agar tergerak ikut terjun mengolah lahan pertanian di desanya, menanam buah naga, demi masa depan.

Bukan perkara mudah merintis usaha pertanian mengingat bidang ini seakan tidak memberi masa depan yang baik. Edy Purwoko sendiri bukan petani sejati sebab dia sempat tergoda juga dengan iming-iming hidup enak di kota. Bahkan kepincut iming-iming dolar yang ditawarkan profesi tenaga kerja Indonesia (TKI) atau pekerja migran Indonesia (PMI). Edy pun sempat menjajal peruntungan ke luar negeri. Meninggalnya desa pergi merantau ke Korea Selatan dan kemudian ke Taiwan. Namun takdirnya ternyata ada di Bulurejo. Sebagai petani. Berteman dengan si naga.

“Ini perjuangan panjang petani naga. Dulu buah naga belum terkenal. Membawa satu kwintal saja untuk dijual belum tentu laku. Saat itu selain masalah teknis budi dayanya, juga masalah pasarnya yang belum terbuka. Namun sekarang sebaliknya, pasar sudah terbuka lebar, sehingga petani tinggal meningkatkan teknis budi daya buah naga hingga bisa menghasilkan buah terbaik, berkualitas, yang disukai konsumen,” kata Edy Purwoko kepada Pro-Desa.com.

Edy Purwoko di ladang naga.

Sekarang berton-ton buah naga produksi petani Banyuwangi, khususnya dari desa sentra buah naga di Bulurejo, pasti terserap pasar dari seluruh tanah air. Setiap hari. Bahkan, banyak permintaan untuk ekspor. Hanya saja petani kurang begitu “sreg” untuk ekspor karena persyaratannya sangat “njlimet” di mana petani meresa ribet untuk mengurusnya.

Namun demikian, suatu saat petani akan tetap menjajal pasar ekspor bila melihat peluang keuntungannya memang lebih besar. “Mungkin perlu juga ada edukasi soal ekspor ini ke petani. Dan persyaratannya kalau mungkin dipermudah atau lebih sederhana,” katanya.

Listrik Masuk Sawah

Sebagai petani, kata dia, harus pandai membaca tanda-tanda alam. Bukan hanya soal musim, tapi juga harus pintar membaca sinyal yang diberikan oleh tanaman atau sawah ladang itu sendiri. Begitulah, buah naga memberinya sinyal bahwa sebagai tanaman karunia Illahi Rabbi sebenarnya bisa memberikan banyak keuntungan, bukan keuntungan musiman, tapi bisa sepanjang tahun. Tinggal petani harus pintar.

Maka, berdasarkan pengalaman dan riset kecil-kecilan, Edy dan petani desa lain akhirnya mengetahui perilaku tanaman buah naga yang harus mendapat sinar matahari berkecukupan. Itu bisa tercukupi di musim tanam September sampai Februari di mana matahari berada di bagian selatan Katulistiwa sehingga bersinar lebih lama. Sementara di bulan Maret hingga Agustus matahari bergeser ke utara Katulistiwa sehingga sinarnya berkurang memberi “nutrisi” bagi tanaman buah naga.

Untuk itu Edy yang juga Ketua Paguyuban PANABA (Petani Naga Banyuwangi) mengajukan permohonan menjadi bagian dari Program Electrifying Agriculture yang digagas PT PLN (Persero). Gayung pun bersambut. PLN merespon permintaan petani buah naga. Bila dulu ada program listrik masuk desa, kini dengan Program Electrifying Agriculture, PLN juga membuat terobosan listrik masuk sawah dan ladang milik para petani.

Pria kelahiran 1 Agustus 1979 ini, menjelaskan, PLN kemudian membangun infrastruktur seperti tiang-tiang listrik tak hanya di jalan desa tapi juga di jalan-jalan persawahan, sehingga lahan pertanian menjadi terlihat hidup. Semarak. Gardu listrik juga ditambah. Kebutuhan listrik untuk petani juga meningkat tajam.

“Kalau dulu ada listrik masuk desa, sekarang berlanjut listrik masuk sawah,” kata bapak tiga anak ini.
Suami dari Lusiani Bina Rahayu yang akrab disapa Edy Lusi di Facebook ini melanjutkan, PANABA merupakan saksi perkembangan buah naga di Banyuwangi. Yang dulunya lahan garapan petani cuma belasan hektare sekarang sudah ribuan hektare buah naga dikembangkan di Banyuwangi.

“PANABA juga didirikan untuk memproduksi buah naga yang berkualitas, dan sekarang bisa dilihat hasilnya. Banyuwangi menjadi penghasil buah naga terbesar di Indonesia. Selain itu buah naga di Banyuwangi sudah dikenal kualitasnya di seluruh pasar buah-buahan Indonesia. Inilah pentingnya inovasi,” katanya.

Edy ditunjuk menjadi Ketua PANABA sejak 2017 hingga sekarang. Dia juga menjadi saksi perkembangan buah naga yang awalnya memang dari kampung Bulurejo dan sekitarnya.

“Kebetulan waktu itu saya sendiri menjadi ketua karang taruna di desa kami. Dan karena memang kampung kami dikenal mayoritas petaninya mengembangkan buah naga, maka karang taruna di kampung ini kami beri nama Karang Taruna Kampung Naga. Lewat karang taruna ini, bersama teman-teman yang lain satu kampung, terus bereksperimen untuk memaksimalkan buah naga. Kami juga mengawali memakai sistem perlampuan (Program Electrifying Agriculture) untuk buah naga,” ujarnya.

PANABA sendiri berdiri sekitar tahun 2016. Awalnya dari grup Facebook tentang buah naga dengan nama sama PANABA (Petani Naga Banyuwangi ) yang saat itu anggotanya sudah ribuan. Iseng-iseng Edy pun ikut bergabung. Saat grup PANABA di dunia maya mengadakan kopdar (pertemuan), Edy pun datang.

“Dari hasil kopdar pertama dan kedua kita menyepakati ke mana arah PANABA, yaitu untuk membuat buah naga Banyuwangi jaya dan kami akan mengadakan pertemuan rutin 6 bulanan yang hingga sekarang sudah kopdar yang ke-11. Selain itu saya selalu meng-update cara perawatan hingga harga terbaru buah naga lewat grup PANABA. Dalam berjalannya waktu, kita membuat anggota grup yang inti, atau yang serius di pernagaan dan harus petani buah naga asli dari Banyuwangi. Dan sekarang anggota yang aktif sekitar 170-an petani, tapi anggota kita itu ada di seluruh daerah sentra-sentra buah naga dan menjadi icon di daerahnya. Maksudnya mereka juga mengedukasi cara bertanam buah naga yang benar pada masyarakat di daerahnya. Dan PANABA sekarang sudah menjadi perkumpulan resmi yang sudah diakui Menkumham mulai tahun 2021 ini,” katanya.

Sepanjang Tahun

Edy membenarkan Program Electrifying Agriculture PLN terbukti memberi lompatan besar bagi petani buah naga sebab musim panen buah merah kaya gizi ini akhirnya tidak terbatas pada musim buah naga saja, melainkan bisa hampir sepanjang tahun. Karena itu, buah naga produksi petani Banyuwangi pun melimpah.

“Dan, berkualitas. Sekarang kami tinggal menjaga kualitas saja. Ini harus, sebab yang lain sudah selesai. Ini enaknya menjadi petani naga sekarang. Produksi sudah melimpah, sehingga wajib berkualitas,” katanya.

Hal itu pula yang membuat Kementerian Pertanian (Kementan) sampai menggandeng tiga investor untuk menyerap buah naga petani di Banyuwangi sebanyak 150 ton. Hal ini merupakan langkah nyata Pemerintah agar petani semakin untung karena Banyuwangi merupakan sentra produksi buah naga. Buah naga grade A dan B sudah jelas pasarnya. Petani dan pengusaha telah menyepakati kontrak pembelian 150 ton dan pengiriman mulai tanggal 21 Januari 2019 lalu.

Berdasarkan data di Dinas Pertanian dan Pangan Pemkab Banyuwangi, produktivitas buah naga di Kabupaten Banyuwangi, mencapai 82.544 ton per tahun. Jumlah tersebut sekaligus mengukuhkan Bumi Blambangan sebagai penghasil buah naga terbesar di Indonesia.

Lahan pertanian buah naga di Banyuwangi juga semakin luas. Data hingga Agustus 2021 luas lahan mencapai 3.786 hektare, dengan produktivitas mencapai 82.544 ton per tahun.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Arief Setiawan, melalui Kepala Bidang Hortikultura, Ilham Juanda, SP, membenarkan meningkatnya produksi buah naga hingga menjadi terbesar se-Indonesia tak lepas dari inovasi yang dilakukan oleh para petani buah naga dan pendampingan dari Bidang Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan setempat. Kuncinya memang inovasi dan kolaborasi. Petani tidak bisa sendiri, sehingga harus menggandeng sejumlah pihak, baik pemda, maupun BUMN, dan swasta.

Inovasi tersebut diberi nama Puting Si Naga atau Penggunaan Lampu Tingkatkan Produktivitas Buah Naga yang menggandeng PT PLN (Persero). Inovasi ini bukan hanya mampu meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan petani tapi juga berhasil mengharumkan nama Banyuwangi di kancah nasional.

“Alhamdulillah, inovasi Puting Si Naga berhasil menjadi Top 45 Inovasi Terpuji Nasional dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2021,” katanya.

Dari data PLN, jumlah pelanggan yang termasuk dalam Electrifying Agriculture sampai dengan Oktober 2021 mencapai 152.895 pelanggan. Di mana mayoritas bergerak dalam bidang pertanian 60 persen, 21 persen peternakan, kemudian 17 persen bergerak dalam bidang perikanan, dan perkebunan sebanyak 2 persen. Inilah yang membuktikan listrik PLN menjadi masa depan masyarakat Indonesia.

“Yang lebih penting, PLN adalah masa depan, power beyond generation,” kata Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril pada acara malam Penghargaan Wirausaha Tangguh 2021 di Jakarta, Selasa (30/11/2021).

Lalu bagaimana dengan video viral yang menunjukkan petani membuang buah naga ke sungai karena tidak terserap pasar? Menurut Edy, itu dilakukan oleh seseorang saja. Bukan mewakili semua petani buah naga. Lebih dari itu, peristiwa itu hanya aksi-aksian saja yang dilakukan seseorang agar viral. “Ya, untuk konten video. Agar viral,” kata Edy Purwoko. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *